ARWAH MEMBACA
MENULIS DI CAKRAWALA PELAJAR MULAI PUDAR DAN SANGAT MENURUN DENGAN PERUBAHAN DI
ERA MODERN
Oleh: Agus
Purnomo/5 F/ 13410250
Perubahan
pelajar sekarang setelah mengenal sosial media yang sangat populer diera modern
ini sangat merubah sebuah pergerakan pelajar untuk membaca-menulis karena
mereka lebih senang bermain di sosial media seperti BBM, facebook, path, line,
instagram, dll. Arwah pelajar sudah menyatu dengan sebuah gadget yang sudah
canggih, bahkan mereka dapat merubah sebuah status dan DP atau foto fropil
dalam beberapa detik dan dapat dibandingkan dengan kegiatan membaca-menulis
yang mereka lakukan setiap hari padahal itu, sangat berpengaruh pada kegiatan
belajar di sekolah dan tentu juga itu akan mempengaruhi hasil belajar mereka,
tanpa mereka sadari dalam satu hari dapat mengunggah baik status maupun
foto-foto dalam moment gembira, sedih, bahkan biasa mengungah gambar-gambar
yang tidak sewajarnya mereka unggah di media sosial, bahkan tanpa menghiraukan
apakah hasil belajar yang meraka sudah sebanding dengan aktivitas yang
dilakukan setiap hari tanpa berpikir apakah dampak yang diperoleh dalam proses
belajar disekolah. Dalam satu hari semalam mereka dapat dihitung dengan jari
berapa kali mereka membaca menulis bahkan dapat dilihat beberapa menit saja
mereka membuka buku dan melakukan membaca menulis demi tercapainya hasil yang
maksimal, tapi itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan, walupun mereka
mendapat hasil yang kurang tetapi mereka tak meghiraukan apa yang mereka
peroleh yang dipentingkan permasalahan mereka bergaya dengan sosial media yang
meraka miliki. Inilah adalah sebuah permasalah yang harus di tebang demi terciptanya
sebuah pemebelajaran membaca menulis yang sangat baik dengan itu akan
terciptanya sebuah kualitas pendidik yang sangat baik dan memberikan efek yang
baik bagi para pelajar. Memang ini adalah dampak buruk yang dapat memberikan
efek negatif dan yang sangat tidak baik bagi anak, ada beberapa faktor yang
memperngaruhi permasalahan membaca menulis atau rendahnya mutu siswa itu
sendiri. Salah satu
faktor yang menyebabkan kemampuan membaca siswa tergolong rendah karena sarana
dan prasarana pendidikan khususnya perpustakaan dengan buku-bukunya belum
mendapat prioritas dalam penyelenggaraannya. Sedangkan kegiatan membaca
membutuhkan adanya buku-buku yang cukup dan bermutu serta eksistensi
perpustakaan dalam menunjang proses pembelajaran. Faktor lain yang menghambat kegiatan
siswa untuk mau membaca adalah kurikulum yang tidak secara tegas mencantumkan
kegiatan membaca dalam suatu bahan kajian, serta para tenaga kependidikan baik
sebagai guru, dosen maupun para pustakawan yang tidak memberikan motivasi pada anak-anak
peserta didik bahwa membaca itu penting untuk menambah ilmu
pengetahuan, melatih berfikir kritis, menganalisis persoalan, dan sebagainya.
Hampir semua sekolah pada semua
jenis dan jenjang pendidikan, kondisi perpustakaannya masih belum memenuhi standar
sarana dan prasarana pendidikan. Perpustakaan sekolah belum sepenuhnya
berfungsi. Jumlah buku-buku perpustakaan jauh dari mencukupi kebutuhan tuntutan
membaca sebagai basis pendidikan, serta
peralatan dan tenaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Padahal perpustakaan
sekolah merupakan sumber membaca dan sumber belajar sepanjang hayat yang sangat
vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Minat baca siswa yang rendah dewasa ini disebabkan
oleh faktor, perkembangan teknologi dan pusat-pusat informasi yang
lebih menarik,, perkembangan tempat-tempat hiburan acara televisi.
Sehingga status dan kedudukan perpustakaan, serta citra perpustakaan
dalam pandangan siswa sangat rendah. Hal ini secara lebih luas, dengan menengok
sendi-sendi budaya masyarakat yang pada dasarnya kurang mempunyai landasan
budaya baca, atau pewarisan secara intelektual. Masyarakat dalam menginformasikan
sesuatu termasuk cerita-cerita terdahulu lebih mengandalkan budaya tutur
daripada tulisan. Latar budaya lisan itulah yang agaknya menjadi salah satu
sebab lemahnya budaya baca masyarakat, termasuk minat pada pustaka dan
perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan. Tak hanya
itu juga faktor lingkungan itu juga memepengaruhi siswa yang kurang peka akan
pentingnya sebuah kualitas pendidikan yang bermutu. Kemajuan Teknologi
Minat baca siswa yang rendah dewasa
ini disebabkan oleh faktor, perkembangan teknologi dan pusat-pusat
informasi yang lebih menarik,, perkembangan tempat-tempat hiburan
(entertainment), acara televisi. Sehingga status dan kedudukan
perpustakaan, serta citra perpustakaan dalam pandangan siswa sangat rendah. Hal
ini secara lebih luas, dengan menengok sendi-sendi budaya masyarakat yang pada
dasarnya kurang mempunyai landasan budaya baca, atau pewarisan secara
intelektual. Masyarakat dalam memberitakan sesuatu termasuk cerita-cerita
terdahulu lebih mengandalkan budaya tutur daripada tulisan. Latar budaya lisan
itulah yang agaknya menjadi salah satu sebab lemahnya budaya baca masyarakat,
termasuk minat pada pustaka dan perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasi
dan ilmu pengetahuan. Rendahnya minat baca di kalangan anak dapat disebabkan
oleh kondisi keluarga yang tidak mendukung, terutama dari orang tua anak-anak
yang tidak mencontohkan kegemaran membaca kepada anak-anak mereka. Selain itu,
kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua mereka terhadap kegiatan
anak-anaknya. Hal ini dapat dikaitkan pula dengan konsep pendidikan yang
diterapkan dan dipahami orang tua. Sementara terkait dengan fasilitas, minimnya
ketersediaan bahan bacaan di rumah juga dapat membuat anak kurang berminat pada
kegiatan membaca karena tidak ada atau kurangnya sumber bacaan yang tersedia di
rumah. Selain dari sisi keluarga, terdapat juga pengaruh dari lingkungan. Karena
pengaruh ajakan yang begitu kuat dari lingkungan (teman), anak lebih memilih
bermain dengan teman-temannya dibanding membaca buku. Dan terakhir,
ketersediaan waktu yang kurang, membuat anak kurang berminat untuk
membaca. Seperti kondisi beberapa informan anak yang bersekolah
dengan sistem full day school, tentu sebagian besar waktu dalam
sehari sudah banyak dihabiskan di sekolah. Kesempatan memiliki waktu luang
sangat terbatas. Apalagi jika masih ada kegiatan-kegiatan rutin yang mereka
jalani setelah pulang sekolah. Kalaupun masih ada sisa waktu, mereka lebih
memanfaatkan untuk bersantai dan melepas lelah.
Rendahnya minat baca siswa, tentu
tidak hanya sebatas masalah kuantitas dan kualitas buku saja, melainkan terkait
juga pada banyak hal yang saling berhubungan. Misalnya, mental anak dan
lingkungan keluarga/masyarakat yang tidak mendukung. Orang kota mungkin
kesulitan membangkitkan minat baca siswa karena serbuan media informasi dan
hiburan elektronik. Sementara di pelosok desa, siswa lebih suka keluyuran ketimbang
membaca. Sebab, di sana lingkungan/tradisi membaca tidak tercipta. Orang lebih
suka ngerumpi atau menonton acara televisi daripada membaca. Rendahnya
minat baca dapat bedampak kurang buruk, baik bagi diri sendiri, masyarakat
bangsa dan Negara. Buruknya kemampuan membaca siswa berdampak pada
kekurangnya kemampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan
matematika, menurunya prestasi yang diraih, dan menyebabkan buta huruf. Selain
itu, penurunan minat baca dari kalangan siswa itu mengakibatkan, rata-rata
nilai Ujian Nasinal enam mata pelajaran yang diujikan pada setiap sekolah di
bawah standar minimal kelulusan, dan hanya mata pelajaran hanya beberapa mata
pelajaran saja yang nilanya di atas standar minimal kelulusan.
Apabila rendahnya minat dan
kemampuan membaca siswa, maka dalam persaingan global kita akan selalu
ketinggalan dengan sesama negara berkembang, apalagi dengan negara-negara maju
lainnya. Kita tidak akan mampu mengatasi segala persoalan sosial, politik,
ekonomi, kebudayaan dan lainnya selama SDM kita tidak kompetitif, karena
kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, akibat lemahnya kemauan
dan kemampuan membaca. Oleh sebab itu penyelenggaraan pendidikan harus memenuhi
beberapa prinsip antara lain , sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat, mengembangkan budaya membaca, menulis dan
berhitung.
Kedua prinsip di atas harus saling
bergayut. Artinya dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
sepanjang hayat, harus diisi dengan kegiatan pengembangan budaya membaca,
menulis dan berhitung. Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi khususnya
dalam Bahan Kajian Bahasa Indonesia harus memuat kegiatan pengembangan budaya
membaca dan menulis dengan alokasi waktu yang cukup memberi kesempatan banyak
untuk membaca.Demikian pula dalam bahan kajian seni dan budaya, cakupan
kegiatan menulis harus jelas dan berimbang dengan kegiatan menggambar/melukis,
menyanyi dan menari. Kegiatan membaca dan menulis tidak saja menjadi prioritas
dalam Bahan Kajian Bahasa Indonesia dan Bahan Kajian Seni dan Budaya, tetapi
hendaknya juga secara implisit harus tercantum dalam Bahan-bahan Kajian
lainnya. Kurangnya kegemaran membaca adalah menurunnya keinginan untuk menambah
pengetahuan lewat jendela dunia berupa bacaan sebagai sumber informasi.
Rendahnya minat baca dikalangan
siswa khususnya siswa dan masyarakat Indonesia pada umumnya, berpengaruh buruk
terhadap kualitas pendidikan. Wajar, sudah lebih setengah abad bangsa Indonesia
merdeka, permasalahan kualitas pendidikan masih berada dalam potret yang buram.
Kualitas pendidikan bangsa Indonesia masih tertinggal dari negara-negara
tetangganya.
Kurangnya kegemaran membaca di
kalangan siswa terjadi karena siswa terbiasa dicekoki oleh informasi instan
yang biasa diperoleh dari siaran TV dan media elektronik lainnya. Disamping
itu, remaja menganggap membaca adalah hal yang membosankan. Padahal dengan
membaca cakrawala intelektual kita bisa terbuka dan menjadikan kita lebih
tanggap akan lingkungan sekitar.
Mengingat pentingnya membaca dalam
kehidupan sehari-hari khususnya bagi para pelajar, maka tingginya minat baca
bagi para pelajar, wajib dipupuk karena membaca amat menentukan bagi prestasi
seorang pelajar. Bagaimana prestasi belajar siswa akan tinggi jika para siswa
enggan membaca baik buku–buku yang berhubungan denganpelajaran ataupun
buku–buku lainnya yang menunjang?.
Buku adalah harta terpendam
yang dapat mencerdaskan bangsa, bagaimana bangsa kita bisa cerdas jika
setiap pelajarnya enggan untuk membacanya. Tinggi rendahnya minat baca suatu
bangsa amat menentukan kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber
daya manusia sangat menentukan perkembangan suatu bangsa.
Meskipun hampir di setiap sekolah
memiliki perpustakaan, namun selama ini perpustakaan hanya dianggap tempat
menyimpan buku. Hanya sedikit pelajar yang memiliki kesadaran untuk berkunjung
ke perpustakaan pada saat waktu luang. Sebagian besarnya menggunakan waktu
luang untuk kongkow-kongkow atau sekedar mengobrol kanan, kiri, kalaupun ada
yang berkunjung ke perpustakaan itu hanya pada saat–saat tertentu saja,
misalnya pada saat ada tugas dari para guru. Ada juga para siswa yang
berkunjung ke perpustakaan hanya untuk membaca cerita roman, para siswa tidak
memiliki kesadaran akan arti penting membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar