Kamis, 17 Desember 2015

ARWAH MEMBACA MENULIS DI CAKRAWALA PELAJAR MULAI PUDAR DAN SANGAT MENURUN DENGAN PERUBAHAN DI ERA MODERN
Oleh: Agus Purnomo/5 F/ 13410250

     Perubahan pelajar sekarang setelah mengenal sosial media yang sangat populer diera modern ini sangat merubah sebuah pergerakan pelajar untuk membaca-menulis karena mereka lebih senang bermain di sosial media seperti BBM, facebook, path, line, instagram, dll. Arwah pelajar sudah menyatu dengan sebuah gadget yang sudah canggih, bahkan mereka dapat merubah sebuah status dan DP atau foto fropil dalam beberapa detik dan dapat dibandingkan dengan kegiatan membaca-menulis yang mereka lakukan setiap hari padahal itu, sangat berpengaruh pada kegiatan belajar di sekolah dan tentu juga itu akan mempengaruhi hasil belajar mereka, tanpa mereka sadari dalam satu hari dapat mengunggah baik status maupun foto-foto dalam moment gembira, sedih, bahkan biasa mengungah gambar-gambar yang tidak sewajarnya mereka unggah di media sosial, bahkan tanpa menghiraukan apakah hasil belajar yang meraka sudah sebanding dengan aktivitas yang dilakukan setiap hari tanpa berpikir apakah dampak yang diperoleh dalam proses belajar disekolah. Dalam satu hari semalam mereka dapat dihitung dengan jari berapa kali mereka membaca menulis bahkan dapat dilihat beberapa menit saja mereka membuka buku dan melakukan membaca menulis demi tercapainya hasil yang maksimal, tapi itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan, walupun mereka mendapat hasil yang kurang tetapi mereka tak meghiraukan apa yang mereka peroleh yang dipentingkan permasalahan mereka bergaya dengan sosial media yang meraka miliki. Inilah adalah sebuah permasalah yang harus di tebang demi terciptanya sebuah pemebelajaran membaca menulis yang sangat baik dengan itu akan terciptanya sebuah kualitas pendidik yang sangat baik dan memberikan efek yang baik bagi para pelajar. Memang ini adalah dampak buruk yang dapat memberikan efek negatif dan yang sangat tidak baik bagi anak, ada beberapa faktor yang memperngaruhi permasalahan membaca menulis atau rendahnya mutu siswa itu sendiri. Salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan membaca siswa tergolong rendah karena sarana dan prasarana pendidikan khususnya perpustakaan dengan buku-bukunya belum mendapat prioritas dalam penyelenggaraannya. Sedangkan kegiatan membaca membutuhkan adanya buku-buku yang cukup dan bermutu serta eksistensi perpustakaan dalam menunjang proses pembelajaran. Faktor lain yang menghambat kegiatan siswa untuk mau membaca adalah kurikulum yang tidak secara tegas mencantumkan kegiatan membaca dalam suatu bahan kajian, serta para tenaga kependidikan baik sebagai guru, dosen maupun para pustakawan yang tidak memberikan motivasi pada anak-anak peserta  didik bahwa membaca itu penting untuk menambah ilmu pengetahuan, melatih berfikir kritis, menganalisis persoalan, dan sebagainya.
Hampir semua sekolah pada semua jenis dan jenjang pendidikan, kondisi perpustakaannya masih belum memenuhi standar sarana dan prasarana pendidikan. Perpustakaan sekolah belum sepenuhnya berfungsi. Jumlah buku-buku perpustakaan jauh dari mencukupi kebutuhan tuntutan membaca sebagai basis pendidikan,  serta peralatan dan tenaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Padahal perpustakaan sekolah merupakan sumber membaca dan sumber belajar sepanjang hayat yang sangat vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Minat baca siswa yang rendah dewasa ini disebabkan oleh  faktor, perkembangan teknologi dan pusat-pusat informasi yang lebih menarik,, perkembangan tempat-tempat hiburan acara televisi. Sehingga  status dan kedudukan perpustakaan, serta citra perpustakaan dalam pandangan siswa sangat rendah. Hal ini secara lebih luas, dengan menengok sendi-sendi budaya masyarakat yang pada dasarnya kurang mempunyai landasan budaya baca, atau pewarisan secara intelektual. Masyarakat dalam menginformasikan sesuatu termasuk cerita-cerita terdahulu lebih mengandalkan budaya tutur daripada tulisan. Latar budaya lisan itulah yang agaknya menjadi salah satu sebab lemahnya budaya baca masyarakat, termasuk minat pada pustaka dan perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan. Tak hanya itu juga faktor lingkungan itu juga memepengaruhi siswa yang kurang peka akan pentingnya sebuah kualitas pendidikan yang bermutu.  Kemajuan Teknologi
Minat baca siswa yang rendah dewasa ini disebabkan oleh  faktor, perkembangan teknologi dan pusat-pusat informasi yang lebih menarik,, perkembangan tempat-tempat hiburan (entertainment), acara televisi. Sehingga  status dan kedudukan perpustakaan, serta citra perpustakaan dalam pandangan siswa sangat rendah. Hal ini secara lebih luas, dengan menengok sendi-sendi budaya masyarakat yang pada dasarnya kurang mempunyai landasan budaya baca, atau pewarisan secara intelektual. Masyarakat dalam memberitakan sesuatu termasuk cerita-cerita terdahulu lebih mengandalkan budaya tutur daripada tulisan. Latar budaya lisan itulah yang agaknya menjadi salah satu sebab lemahnya budaya baca masyarakat, termasuk minat pada pustaka dan perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan. Rendahnya minat baca di kalangan anak dapat disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak mendukung, terutama dari orang tua anak-anak yang tidak mencontohkan kegemaran membaca kepada anak-anak mereka. Selain itu, kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua mereka terhadap kegiatan anak-anaknya. Hal ini dapat dikaitkan pula dengan konsep pendidikan yang diterapkan dan dipahami orang tua. Sementara terkait dengan fasilitas, minimnya ketersediaan bahan bacaan di rumah juga dapat membuat anak kurang berminat pada kegiatan membaca karena tidak ada atau kurangnya sumber bacaan yang tersedia di rumah. Selain dari sisi keluarga, terdapat juga pengaruh dari lingkungan. Karena pengaruh ajakan yang begitu kuat dari lingkungan (teman), anak lebih memilih bermain dengan teman-temannya dibanding membaca buku. Dan terakhir, ketersediaan waktu yang kurang, membuat anak kurang berminat untuk membaca.  Seperti kondisi beberapa informan anak yang bersekolah dengan sistem full day school, tentu sebagian besar waktu dalam sehari sudah banyak dihabiskan di sekolah. Kesempatan memiliki waktu luang sangat terbatas. Apalagi jika masih ada kegiatan-kegiatan rutin yang mereka jalani setelah pulang sekolah. Kalaupun masih ada sisa waktu, mereka lebih memanfaatkan untuk bersantai dan melepas lelah.
Rendahnya minat baca siswa, tentu tidak hanya sebatas masalah kuantitas dan kualitas buku saja, melainkan terkait juga pada banyak hal yang saling berhubungan. Misalnya, mental anak dan lingkungan keluarga/masyarakat yang tidak mendukung. Orang kota mungkin kesulitan membangkitkan minat baca siswa karena serbuan media informasi dan hiburan elektronik. Sementara di pelosok desa, siswa lebih suka keluyuran ketimbang membaca. Sebab, di sana lingkungan/tradisi membaca tidak tercipta. Orang lebih suka ngerumpi atau menonton acara televisi daripada membaca. Rendahnya minat baca dapat bedampak kurang buruk, baik bagi diri sendiri, masyarakat bangsa dan Negara. Buruknya kemampuan membaca siswa berdampak pada kekurangnya kemampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan matematika, menurunya prestasi yang diraih, dan menyebabkan buta huruf. Selain itu, penurunan minat baca dari kalangan siswa itu mengakibatkan, rata-rata nilai Ujian Nasinal enam mata pelajaran yang diujikan pada setiap sekolah di bawah standar minimal kelulusan, dan hanya mata pelajaran hanya beberapa mata pelajaran saja yang nilanya di atas standar minimal kelulusan.
Apabila rendahnya minat dan kemampuan membaca siswa, maka dalam persaingan global kita akan selalu ketinggalan dengan sesama negara berkembang, apalagi dengan negara-negara maju lainnya. Kita tidak akan mampu mengatasi segala persoalan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan lainnya selama SDM kita tidak kompetitif, karena kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, akibat lemahnya kemauan dan kemampuan membaca. Oleh sebab itu penyelenggaraan pendidikan harus memenuhi beberapa prinsip antara lain , sebagai suatu proses pembudayaan  dan  pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung.
Kedua prinsip di atas harus saling bergayut. Artinya dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, harus diisi dengan kegiatan pengembangan budaya membaca, menulis dan berhitung. Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi khususnya dalam Bahan Kajian Bahasa Indonesia harus memuat kegiatan pengembangan budaya membaca dan menulis dengan alokasi waktu yang cukup memberi kesempatan banyak untuk membaca.Demikian pula dalam bahan kajian seni dan budaya, cakupan kegiatan menulis harus jelas dan berimbang dengan kegiatan menggambar/melukis, menyanyi dan menari. Kegiatan membaca dan menulis tidak saja menjadi prioritas dalam Bahan Kajian Bahasa Indonesia dan Bahan Kajian Seni dan Budaya, tetapi hendaknya juga secara implisit harus tercantum dalam Bahan-bahan Kajian lainnya. Kurangnya kegemaran membaca adalah menurunnya keinginan untuk menambah pengetahuan lewat jendela dunia berupa bacaan sebagai sumber informasi.
Rendahnya minat baca dikalangan siswa khususnya siswa dan masyarakat Indonesia pada umumnya, berpengaruh buruk terhadap kualitas pendidikan. Wajar, sudah lebih setengah abad bangsa Indonesia merdeka, permasalahan kualitas pendidikan masih berada dalam potret yang buram. Kualitas pendidikan bangsa Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangganya.
Kurangnya kegemaran membaca di kalangan siswa terjadi karena siswa terbiasa dicekoki oleh informasi instan yang biasa diperoleh dari siaran TV dan media elektronik lainnya. Disamping itu, remaja menganggap membaca adalah hal yang membosankan. Padahal dengan membaca cakrawala intelektual kita bisa terbuka dan menjadikan kita lebih tanggap akan lingkungan sekitar.
Mengingat pentingnya membaca dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi para pelajar, maka tingginya minat baca bagi para pelajar, wajib dipupuk karena membaca amat menentukan bagi prestasi seorang pelajar. Bagaimana prestasi belajar siswa akan tinggi jika para siswa enggan membaca  baik buku–buku yang berhubungan denganpelajaran ataupun buku–buku lainnya yang menunjang?.
Buku adalah harta terpendam yang dapat mencerdaskan bangsa, bagaimana bangsa kita bisa cerdas jika setiap pelajarnya enggan untuk membacanya. Tinggi rendahnya minat baca suatu bangsa amat menentukan kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia sangat menentukan perkembangan suatu bangsa.
Meskipun hampir di setiap sekolah memiliki perpustakaan, namun selama ini perpustakaan hanya dianggap tempat menyimpan buku. Hanya sedikit pelajar yang memiliki kesadaran untuk berkunjung ke perpustakaan pada saat waktu luang. Sebagian besarnya menggunakan waktu luang untuk kongkow-kongkow atau sekedar mengobrol kanan, kiri, kalaupun ada yang berkunjung ke perpustakaan itu hanya pada saat–saat tertentu saja, misalnya pada saat ada tugas dari para guru. Ada juga para siswa yang berkunjung ke perpustakaan hanya untuk membaca cerita roman, para siswa tidak memiliki kesadaran akan arti penting membaca.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar